Sebelum aku minta maaf atas ketidakjelasan cerita ini. Cerpen ala kadarnya *absurd* sumpah!! Cus baca, aku yakin kalian tidak pensaran dengan ceritaku...
“Si-
si-apa kau?” ucap seorang gadis sangat ketakutan. Matanya mendapati sosok
laki-laki yang muncul tiba-tiba dalam gudang sekolahnya.
Gadis
itu mundur perlahan-lahan menjauhi laki-laki tersebut. Tubuhnya tinggi dan
wajahnya pucat pasih.
“K-kau
bisa me-melihatku? Benarkah itu? Tapi ... bagaimana bisa?” sahut laki-laki itu
dengan wajah bingung juga terkejut. Ia
juga tak menyangka saat banyak orang yang tak bisa melihat kehadirannya, tapi
gadis ini malah bisa melihatnya secara langsung.
“Jebal,
jangan sakiti aku. Aku tidak mau mati sekarang. Aku orang baik jadi jangan
sakiti aku,” gadis itu bersujud, memohon agar orang tersebut tak melukainya.
“Apa
maksudmu? Aku sama sekali tidak ingin
menyakitimu.” Laki-laki itu berjalan mendekati gadis tersebut dengan cepat.
Gadis itu kaget dan langsung berlari ke arah pintu, tapi sayang tangan
laki-laki tersebut berhasil menangkap tangannya.
“Hei,
kau mau kemana! Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Percayalah padaku,” ujarnya
seraya meyakinkan gadis tersebut.
“To-tolong
le-lepaskan tanganmu dulu,” pinta gadis itu terbata yang masih ketakutan.
“Ah,
iya baiklah aku akan melepaskannya. Tapi kau harus berjanji padaku. Kau jangan
pergi dulu, kumuhon?”
“Ba-baiklah.
Apa yang kau inginkan dariku?” gadis itu menundukkan kepalanya karena ia masih
diselimuti rasa takut.
“Eiy,
aku tidak menginginkan apa-apa darimu. Aku hanya kesepian,” gadis itu menatap bingung
laki-laki tersebut. Ia coba mencerna perkataan laki-laki itu.
“Maksudmu
kesepian? Apa kau tidak mempunyai teman sama sekali? Lagipula kau kan memiliki
orang tua juga. Bagaimana bisa kau mengatakan itu kesepian?” gadis tersebut
melontarkan banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya.
“Tentu
aku punya itu semua. Tapi ... itu dulu saat aku ... saat aku masih hidup,” jawab
laki-laki itu tertunduk lemas. Lalu matanya kembali menatap gadis itu.
‘HA,
Masih hidup?! Apa maksudnya ini? Jadi dia sekarang ... Itu tidak mungkin! Jadi
yang dihadapanku ini ... hantu?!’ gadis itu membatin.
Wajahnya
berubah seketika. Ketika meyakini bahwa orang yang sejak tadi berbicara
dengannya benar-benar sudah mati. Tanpa berpikir lama, ia melangkahkan kakinya
secepat kilat menjauh dari laki-laki tersebut. Ia berlari menuju kelasnya
dengan perasaan tak percaya. Tidak mungkin ada hantu di siang bolong, pikir
gadis itu.
“Hei,
TUNGGU! Ku bilang berhent! Aish!” laki-laki
itu meneriakinya tapi apa boleh buat, dia terus berlari tak menghiraukannya.
***
Nafasnya
tersengal-sengal saat masuk kelas. ia menghampiri teman sebangkunya dengan
keringat yang menetes dari kedua pelipisnya. Temannya itu menatap heran.
“Hosh
... hosh ... hosh ..., Jun-yung ... kau ... kau pasti tidak percaya dengan apa
yang kulihat barusan,” So Da-mie, gadis yang melihat sosok hantu di gudang tadi
tampak kesulitan bicara.
“Hei~
tenanglah. Tarik nafas, keluarkan perlahan,” ucap temannya itu sambil
mempraktekannya didepan Da-mie.
“Sekarang
katakan dengan jelas. Apa yang mau kau bicarakan?” Da-mie menarik nafasnya
lagi, menghebuskannya pelan.
“Jun-yung
dengarkan aku baik-baik sekarang. Kau pernah melihat sesuatu yang diluar
kemampuanmu tidak? Yang orang lain tidak bisa melihatnya atau bisa dibilang
orang yang mempunyai kelebihan dalam dirinya?”
“Hmmm
.... maksudmu apa sih? Oh, tunggu. Hal-hal gaib atau mistis, seperti itu? Aku
pernah melihatnya tapi difilm-film. Dan jika ada orang seperti itu yang
melihatnya dan bercerita padaku aku merasa tidak percaya dengan hal itu. Kalau
aku belum melihatnya secara langsung” tandas Jun-yung yang terang-terangan
tidak percaya dengan hal-hal tersebut.
“Tapi
bagaimana kalau aku bisa melihat itu? Dan aku benar-benar melihatnya di gudang
sekolah kita? Aku tidak tahu itu keberuntungan atau musibah bagiku bisa melihat
hal seperti itu,” Da-mie memeluk dirinya yang masih tak percaya dengan apa yang
dia alami.
“Hahaha,
Kau bercanda, eoh? Apa kau sakit? Kau
bisa melihat hantu? Mana mungkin, aku tidak percaya padamu.” Jun-yung tertawa
mendengar ucapan Da-mie lagi-lagi ia menyangkal jika memang ada makhluk lain
selain manusia.
“Ya! Kenapa kau tertawa? Aku serius. Aku
ini masih waras aku tidak sakit Jun-yung. Aish, percuma saja aku menjelaskan
sampai mulutku berbuih pun tak ada gunanya.” Da-mie kesal melihat Jun-yung yang
mentertawakannya. Ia mengacak rambutnya frustasi.
Di
kamar milikinya, So Da-mie melemparkan tas sekolahnya di ranjang diikuti dengan
dirinya yang juga menjatuhkan tubuhnya.
Ia
membolak-balik tubuhnya gelisah. Pikirannya selalu tertuju pada laki-laki itu.
Walaupun ia sangat takut, tapi penasaran dalam dirinya sangat tinggi.
Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam otaknya. Banyak sekali hal yang ingin ia
tanyakan pada laki-laki itu sebenarnya.
“Apa
ini merupakan kelebihan yang diberikan Tuhan padaku?” gumamnya sambil
memejamkan mata.
Seragam
sekolah yang ia gunakan belum terlepas dari tubuhnya. Ia masih berkutat dengan
pikirannya sendiri.
***
Esok
paginya, Da-mie tidak pergi ke sekolah. Tiba-tiba saja ia merasa tak enak
badan. Mungkin ini karena kejadian digudang, ia mengalami shock yang hebat.
Pertama kalinya dalam hidup ia melihat sesuatu diluar dugaannya.
Ia
hanya berbaring dikasur empuk miliknya. Ia memeluk bonek teddy bear
kesayangannya yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya.
“Da-mie,
bagaimana keadaanmu sekarang nak? sudah merasa baikan?” tanya ibunya saat masuk
kekamar anak semata wayangnya itu. Ibunya membawa semangkuk bubur.
“Eomma, begitulah. Eomma, apa salah satu keluarga kita ada yang bisa melihat makhluk
halus?” Ibu Da-mie mengerutkan keningnya.
“Kenapa
bertanya seperti itu sayang, hmm? Apa kau baru saja melihatnya?” Ibu Da-mie
duduk disampingnya. Tangannya mengelus lembut wajah anaknya.
“Eomma
percaya tidak dengan itu ? Semalam aku melihat dengan mataku sendiri. Tapi ...
sepertinya dia tidak jahat eomma. Dia bilang padaku, kalau dia merasa kesepian,”
“Benarkah
itu? Hal itu memang ada, ya walau banyak orang juga yang tak meyakini hal
tersebut. Jadi anak eomma bisa melihatnya, lalu apa kau takut bertemu dengannya?”
Da-mie memposisikan dirinya bersandar pada eomma-nya. Ia menatapa eomma-nya dan
tertawa kecil.
“Siapa
yang tidak takut eomma melihatnya muncul tiba-tiba di dalam gudang. Aku takut
setengah mati. Ini akibat Choi ssaem yang menyuruhku mengambil sapu yang ada di
gudang. Kalau tidak aku tak akan sakit seperti ini eomma.” Da-mie mengerucutkan
bibirnya. Ibu Da-mie mencubit hidung anaknya gemas.
“Kau ini. Tidak boleh menyalahkan orang lain.
Eumm... eomma jadi penasaran
dengannya. Apakah dia tampan?”
“Eomma, mana ada hantu tampan. Tapi kalau
diingat-ingat wajahnya sih ... wajahnya tidak teralau buruk untuk seorang hantu.”
Da-mie menampakan cengirannya di depan ibunya.
“Hei~
Jangan-jangan kau menyukainya ya?” goda Ibu Da-mie. Da-mie memukul pelan lengan
ibunya.
“Eomma mulai ngelantur. Mana buburnya,
aku lapar eomma.” Ibu Da-mie menyuapi
anaknya, Da-mie makan dengan lahap.
Da-mie
kembali ke sekolah tercinta. Memasuki kelas yang sangat ia rindukan. Bertemu
kembali dengan teman-teman sekelasnya. Ia bosan jika harus seharian dirumah dan
tak mengerjakan apa-apa.
Da-mie
dan Jun-yung sedang di kantin menikmati sekotak susu coklat serta sebungkus
roti. Mereka berbincang-bincang seperti biasa. Da-mie tak ingin membahas
kejadian yang dia alami lagi pada temannya itu. Ia ingin melupakan kejadian
tersebut.
***
Bel
panjang mulai menggema keseluruh kelas. Siswa/siswi berhamburan keluar kelas
untuk pulang kerumah masing-masing.
Da-mie
dan Jun-yung berjalan beriringan keluar kelas. Setiap harinya Da-mie dan
Jun-yung selalu pulang bersama karena rumah mereka yang searah.
“Da-mie,
siang nanti jangan lupa kerumahku. Tugas kelompok kita belum selesai” ucap
Jun-yung mengingatkan temannya.
“Aku
tidak lupa itu. Ingatanku sangat kuat.”
“O,
iya, Jun-yung hari ini kau pulang duluan saja. Aku ada urusan sebentar.”
“Sejak
kapan kau punya urusan sepenting itu daripada temanmu ini? Baiklah, aku duluan.
Hati-hati ya.” Jun-yung melambaikan tangannya pada Da-mie dan berjalan ke arah
gerbang sekolah.
Jun-yung
sudah tak terlihat lagi dari pandangan gadis itu. Ia memutar balik badannya
menuju toilet. Pikirannya kembali teringat pada laki-laki itu saat berada di
dalam toilet wanita. Ia menatap sejenak wajahnya dicermin lalu membasuhnya
dengan air.
“Apa
aku harus kembali ke gudang itu ya? Aku jadi kasihan dengannya. Kenapa dia
harus mati semuda itu. Aku harus ke gudang itu. Da-mie, kau tidak boleh takut
lagi dengannya.” Da-mie berbicara di depan cermin. Segera ia mengeringkan
wajahnya dengan tissue yang dibawanya.
***
KRREEEKK
Da-mie
membuka pintu gudang tersebut hati-hati. Gudang tersebut memang tak pernah
dikunci oleh pihak sekolah. Jadi siapanpun bisa masuk. Lagipula siapa yang mau
mengambil barang-barang yang ada digudang.
Da-mie
melihat sekelilingnya, cahaya di gudang itu memang tidak terlalu terang dan
tidak memakai lampu. Karena hanya mengandalkan cahaya yang masuk dari jendela
gudang itu.
“Aku
datang hari ini. Mianhae, kemarin aku sangat takut. Karena kau muncul tiba-tiba
dihadapanku. Sekarang keluarlah. Aku tidak akan lari lagi. Kau boleh
menjadikanku teman baikmu. Memang kedengaran sangat aneh bagiku. Mempunyai
teman seorang hantu. Tapi itu tidak masalah bagiku.” Da-mie berjalan memutari
ruangan tersebut. Dirinya duduk di salah satu kursi yang ada digudang itu
sambil menunggu kedatangan laki-laki itu.
Gadis
ini duduk menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangan didada. Da-mie mulai
merasakan suasana berbeda beberapa detik kemudian saat ia duduk. Ada sentuhan
dibahunya. Gadis ini mulai bergidik takut. Tapi dia terus mencoba tenang walau
sebenarnya dalam hati dia sangat ingin keluar dari tempat itu.
Hembusan
angin mulai terasa disekitar lehernya. Ia mulai paham, pasti laki-laki itu yang
melakukannya.
Sekarang
Da-mie lebih merasakan lagi sentuhan tangan laki-laki itu pada rambutnya.
Da-mie memejamkan matanya erat. Kaki dan tangannya tidak bisa bergerak.
Badannya terasa kaku seketika.
Tak
lama setelah itu, Da-mie membuka matanya perlahan. Ia menutup mulutnya, sosok
yang sedari tadi ia tunggu akhirnya muncul di depannya dengan senyuman yang
manis.
“Maaf
atas tindakanku tadi. Aku tidak mau kau terkejut lagi melihatku yang muncul
tiba-tiba didepanmu. Maka dari itu aku melakukan hal tersebut,” ucap laki-laki
dengan senyum yang masih mengembang diwajah pucatnya.
“Tidak
apa-apa. Aku sudah memberanikan diriku sekarang. Jadi kau tidak perlu khawatir
lagi,” Da-mie sudah bisa mengkondisikan dirinya. Dia sudah merasa tenang.
“Baguslah.
Eumm... kita belum berkenalan, namaku Jeon Jung-kook. Kau bisa panggil aku
Jung-kook,” laki-laki itu menyodorkan tangannya pada Da-mie.
Da-mie
terlihat ragu-ragu, namun ia membalasnya.
“Da-mie,
So Da-mie,” gadis ini menyambutnya baik dan merasakan dingin pada tangan
laki-laki itu.
“Pasti
kau merasa aneh saat bersalaman denganku. Tentu, aku ini sudah mati. Pastilah
tanganku sangat dingin,” Jung-kook segera melepaskan tangannya dari Da-mie.
Da-mie
menatap Jungkook, mulutnya ingin menlontarkan banyak pertanyaan pada namja itu.
Begitu juga dengan Jungkook yang ingin sekali bercerita dengan gadis itu.
“Jung-kook,
kau kenapa muncul di tempat seperti ini? Apa ... kau telah dibunuh disekolah
ini?” Da-mie agak ragu dengan pertanyaannya sendiri. Tapi ia tak bisa
menyembunyikan rasa penasarannya dengan namja itu.
“Kau
benar sekali Da-mie. Aku memang telah dibunuh. Aku juga bersekolah di tempat
ini. Kejadiannya sudah berlalu dua tahun yang lalu.” Da-mie semakin penasaran
dengan cerita Jung-kook. Dia mendengarkannya dengan serius.
“Lalu
bagaimana mereka membunuhmu? Tega sekali mereka sampai melakukan ini padamu.
Apa pelakunya sudah ditemukan?” Da-mie melanjutkan lagi pertanyaannya.
“Mereka
sedang ditahan saat ini. Mereka semua merupakan seniorku di sekolah ini juga.
Mereka melakukan ini padaku karena aku tidak mau menuruti perintah mereka yang
sedang berpesta minuman keras. Mereka juga memaksaku menggunakan obat-obatan terlarang.”
Namja ini tampak sedih mengingat kejadian menakutkan itu. Da-mie yang
disampingnya mengusap punggung laki-laki itu.
“Kasihan
sekali kau Jung-kook. Lalu bagaimana dengan orang tuamu sekarang? Pasti mereka
sangat terpukul melihat anaknya dibunuh seperti ini. Aku tidak tahu harus
berkata-kata apalagi. Maaf atas pertanyaanku, kau jadi sedih sekarang.”
Jung-kook mengangguk. Menampakan senyum manisnya.
Hampir
setengah jam mereka saling berbagi cerita didalam gudang. Da-mie melihat
arlojinya. Sudah waktunya Da-mie harus pulang. Hari ini ia tak boleh melupakan
janjinya pada Jun-yung untuk mengerjakan tugas kelompoknya.
“Jung-kook,
aku harus pergi sekarang. Hari ini aku ada tugas sekolah. Aku janji besok saat
istirahat aku akan ke gudang ini lagi. Janji.” Da-mie memegang tangan
Jung-kook. Perasaannya jadi tak tega meninggalkan Jung-kook sendiri.
“Baiklah.
Aku tunggu kedatanganmu besok Da-mie.” Da-mie berjalan keluar, sesekali ia
membalikan tubuhnya untuk melihat Jung-kook. Namja itu melambaikan tangannya.
Da-mie
sudah pulang dari rumah Jun-yung mengerjakan tugas kelompok mereka. Ia langsung
mandi dan bersiap untuk makan malam bersama orang tuanya.
“Da-mie,
besok eomma dan appa-mu akan pergi ke Jepang. Appa-mu ada urusan bisnis disana.
Kau baik-baik dirumah jika perlu ajak Jun-yung menginap.”
“Eomma aku ikut~” Da-mie memohon pada
ibunya.
“Kau
harus sekolah besok.”
“Appa akan membelikan coklat favoritmu
saat pulang nanti. Bagaimana?”
“Janji
ya appa?” Da-mie kegirangan mendengar
kata coklat. Ayahnya mengangguk pelan.
Setelah
selesai makan malam, Da-mie langsung masuk ke kamarnya. Seperti pelajar pada
umumnya, ia mengulang pelajaran yang dipelajarinya di sekolah.
Da-mie
bersenandung mengikuti irama lagu yang didengarkannya melalui earphone yang
bertengger dikedua lubang telinganya.
Tak
terasa kedua manik matanya mulai memberat. Sampai akhirnya ia tertidur diatas
buku yang sedang ia baca.
Sekitar
pukul 2:00 malam, jendela kamarnya terbuka dengan sendirinya. Gadis itu
terbangun karena angin yang masuk menusuk kulitnya. Ia berjalan mendekati
jendela itu. Langkahnya penuh ketakutan tapi ia harus menutup jendela kamarnya
jika tidak ingin menggigil kedinginan.
Tangannya
menarik jendela kaca tersebut dan menutup cepat tirainya. Saat Da-mie
membalikan tubuhnya, ia telonjak kaget. Laki-laki itu muncul lagi didepannya.
“Ka-kau!
Kenapa kau bisa di kamarku? Bukankah besok aku akan ke gudang untuk menemuimu
lagi ?” Laki-laki itu tertawa melihat ekspresi Da-mie yang sangat terkejut.
“Hei,
jawab pertanyaanku? Kenapa kau malah tertawa? Apa kau senang melihatku selalu
terkejut akibat ulahmu, huh?” Da-mie kesal dengan namja itu. Lalu dirinya duduk
dikursi belajarya.
Laki-laki
itu -Jung-kook- duduk diatas kasur milik Da-mie. Ia menatap Da-mie intens.
Da-mie menunduk malu karena terus dipandangi laki-laki itu.
“Kau
belum menjawab pertanyaanku tadi, kenapa kau bisa dikamarku?” Da-mie
menampakkan wajah kesalnya lagi.
“Jangan
pasang wajahmu seperti itu didepanku? Kau kan tahu sendiri, aku ini sudah
menjadi hantu. Hantu yang selalu diselimuti kesepian. Jadi aku bisa kemana saja
semauku. Hah! Aku bahkan benci mengatakan kata itu.”
“Asal
kau tahu, aku ini selalu mengikutimu sejak kau masih di sekolah sampai kau pulang
kerumah,” jelasnya lagi membuat mulut Da-mie menganga tak percaya.
“Kau
mengikutiku? Untuk apa kau lakukan itu semua?” Da-mie mendekatkan kursinya
dengan Jung-kook.
“Aku
melakukan itu karena aku... karena aku merindukanmu,” Jung-kook menggaruk
tengkuknya. Ia merasa malu mengatakan hal tersebut.
Da-mie
tertawa, ternyata hantu sepertinya bisa merindukan seorang So Da-mie gadis
biasa yang mempunyai kelebihan melihat makhluk halus.
“Kau
merindukanku? Jung-kook, apa kau sedang bercanda? Eiy, jangan katakan kau juga
mulai menyukaiku, ya?”
“Kau
percaya diri sekali So Da-mie,” Jung-kook mendekatkan wajahnya lebih dekat
dengan Da-mie. Da-mie melototkan matanya membuat Jung-kook langsung menjauhi
wajahnya.
“Hahaha...
kenapa kau menjauh? Kau takut melihat mataku tadi? Ternyata hantu sepertimu
takut juga dengan seorang gadis sepertiku,” ucap Da-mie menyombongkan diri.
Jung-kook malah tiduran dikasur Da-mie.
“Hooaamm....
Jung-kook kenapa kau tidur disitu? Menyingkirlah dari tempat itu, aku mau
tidur. Ah, lihatlah sekarang bahkan hampir pagi” Da-mie mulai mengantuk ia
menarik laki-laki itu untuk pergi dari kasurnya.
“Aku
tidak mau. Aku mau menemanimu disini. Kau naik saja. Aku tak akan mengganggumu.”
Jung-kook menepuk-nepuk tempat itu mengisyaratkan Da-mie untuk tidur
disampingnya.
“Kau
gila, eoh? Aku tidur dengan hantu
laki-laki sepertimu? Itu tidak akan. Ayolah Jung-kook besok aku harus sekolah,”
Da-mie merengek di depan Jung-kook. Jung-kook akhirnya turun dari kasur.
Jung-kook
memilih duduk dikursi yang diduduki Da-mie tadi. Gadis itu sudah tidur dengan
pulas diatas kasurnya bersama boneka teddy bear-nya.
Jung-kook
senang memandangi wajah gadis itu. Ia tak pernah bosan melihatnya. Ada raut
kesedihan diwajah laki-laki itu. Ini merupakan hari terakhirnya muncul dihadapan
-Da-mie- seorang gadis yang sudah menjadi temannya sekarang. Ia senang bisa
berbagi kisah dengan gadis itu. Tapi ia harus meniggalkannya. Karena tidak
mungkin ia terus-terusan muncul di depannya. Dia sadar, dia bukan makhluk yang
bisa hidup kembali seperti dulu. Dunianya sudah berbeda dengan gadis itu.
“Da-mie,”
“So
Da-mie, bangunlah. Ada yang ingin ku katakan padamu. Bangunlah, sebentar saja,”
Jung-kook akhirnya memberanikan diri membangunkan gadis tersebut. Ia duduk
disamping gadis itu.
“Eungh....
Sudah kubilang jangan tidur dikasurku,” jawab Da-mie dengan mata yang masih
tertutup.
Jung-kook
melanjutkan lagi ucapannya, “Da-mie, besok kau tak perlu datang ke gudang itu
lagi. Karena aku tidak akan muncul ditempat itu. Bahkan di manapun. Aku akan
pergi ke duniaku, tempatku bukan di sini,”
Seketika
Da-mie bangun, matanya menatap tajam sosok itu. Spontan Da-mie memeluk erat laki-laki
tersebut. Matanya mengeluarkan cairan bening sekarang. Jungkook pun membalas
pelukan Da-mie.
“Besok
setelah pulang sekolah, datanglah ke pemakamanku.” Da-mie mengangguk yang masih
dalam pelukkan Jung-kook. Ia memberitahukan pada Da-mie dimana ia di makamkan.
Hari
ini Da-mie menepati janjinya untuk datang ke pemakaman temannya. Ia juga sudah
membeli beberapa bunga segar untuk berziarah ke tempat itu.
Da-mie
berjongkok sambil menyentuh batu nisan di hadapannya. Ia meletakkan bunganya
diatas kuburan tersebut. Ia tak dapat membendung air matanya. Laki-laki itu
selalu muncul dalam pikirannya.
“Hiks
... hiks ... Jung-kook, kau lihat aku datang menemuimu. Kau pasti sangat senang
kan? Andai saja aku mengenalmu sejak dulu. Pasti aku sangat bahagia memiliki
teman sepertimu.”
“Semoga
kau tenang di sana. Aku selalu mendoakanmu,” Da-mie mencium nisan tersebut. Air
matanya menetes pada nisan itu.
Hembusan
angin mulai datang perlahan. Da-mie tahu pasti Jung-kook sedang berada di
dekatnya saat itu. Tapi Da-mie tak melihat kehadiran sosoknya.
Ia
mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia melihat ada sebuah pohon besar yang
tak jauh dari tempatnya berdiri. Samar-samar ia melihat seperti ada seseorang
yang tengah berdiri di sana. Ia melemparkan senyum pada Da-mie. Tangannya
memanggil-manggil gadis itu.
Da-mie
berlari ke arah pohon besar itu. Pandangannya semakin jelas, ia melihat
temannya itu tengah memanggilnya.
“Jung-kook
aku sangat merindukanmu, kumohon jangan pergi,” Da-mie memeluk namja itu. Ia
tak mau kehilangan namja tersebut.
Jung-kook
tak menjawab ucapan Da-mie. Ia hanya diam, merasakan sentuhan dari Da-mie untuk
terakhir kalinya.
“Kenapa
kau diam saja! Jawab aku!” Da-mie melepaskan pelukannya. Dia mengguncang tubuh
namja tersebut. Namun Jung-kook hanya tersenyum melihatnya.
Tangisan
Da-mie pecah, ia menangis sangat keras. Tubuhnya terjatuh begitu saja di tanah.
Ia menutup matanya tak sanggup jika harus melihat Jung-kook benar-benar pergi
dari kehidupannya.
Ternyata
benar, namja itu sudah menghilang dari hadapan Da-mie. Bahkan namja itu tak
mengucapkan satu kata pun sebagai salam terakhirnya untuk Da-mie.
‘Jung-kook,
aku tahu kau mendengarku sekarang. Aku akan selalu mengingatmu. Aku akan tetap
menjadi temanmu agar kau tidak merasa kesepian lagi. Aku janji itu,’ ucap
Da-mie dalam hati.
Da-mie
pergi dari tempat pemakaman itu. Ia pulang dengan mata sembabnya itu.
Saat
Da-mie benar-benar meninggalkan tempat tersebut, sosok itu muncul lagi. Ia
melihat punggung Da-mie yang semakin menjauh dari penglihatannya. Ia terus
tersenyum, walau sebenarnya ia juga tak mau meninggalkan gadis itu. “Da-mie,
aku juga akan selalu mengingatmu. Aku akan terus merindukanmu. Ingatlah, aku
selalu berada di dalam hatimu. Selamat tinggal temanku ... So Da-mie.” Jung-kook
tersenyum dan siap menghilang dari dunia untuk selamanya.