“Jika
aku bisa melihat, aku ingin tahu seperti apa wajah kakak. Pasti sangat tampan
seperti ayah,” ucap anak perempuan itu. Ia selalu berharap dalam doa agar bisa
melihat dunia.
“Tentu.
Bahkan aku sangat tampan jika dibandingkan dengan ayah,” sahut kakaknya dengan
bangga.
Jeon
Jungkook, seorang anak SMA yang sangat menyayangi adik perempuan satu-satunya
itu. Adiknya mengalami kebutaan sejak lahir, tapi Jungkook senantiasa menjaga
dan merawatnya dengan sepenuh hati. Kedua orang tua mereka sudah meninggal
beberapa tahun yang lalu. Maka dari itu, Jungkook-lah yang mengurus semua apa
yang dibutuhkan oleh adiknya.
Kebetulan
hari ini Jungkook sedang libur. Ia mengajak Jeon Nami-adiknya pergi
berjalan-jalan untuk menikmati udara segar.
“Nami,
kau siap untuk keluar? Cuaca diluar sangat bagus. Ayo kita berjalan-jalan
sebentar. Kau ingin pergi ke taman, kan? Kakak akan mengajakmu ke sana.”
“Benarkah
Kak? Wah, aku ingin sekali ke tempat itu! Ayo Kak, aku tidak sabar!” jawab Nami
kegirangan. Ia sangat bahagia sekali. Senyumnya terus mengembang tanpa henti.
Jungkook
dan Nami berjalan di temani semilir angin yang menyejukkan. Jungkook terus
memperhatikan adiknya itu. Ia begitu bahagia, jika melihat Nami bisa terus
tersenyum seperti itu. Entah bagaimana jika dirinya nanti sudah tidak ada lagi
di dunia ini. Ia tidak mau melihat adik kesayangannya itu menangis.
Tanpa
Jungkook sadari, air matanya menetes begitu saja. Ia segera menghapusnya dengan
kasar.
“Kak,
kenapa kau diam saja? Apa ada yang kau pikirkan?” tanya Nami.
“Tidak
ada. Kakak hanya takut tidak bisa menjagamu lagi.”
“Apa
yang kakak bicarakan. Kakak akan selalu menemaniku selamanya. Kakak tidak boleh
meninggalkanku. Kakak janji?”
Pertanyaan
itu membuat Jungkook terdiam sejenak. “Kakak akan berjanji padamu Nami. Kakak
akan selalu disampingmu.”
***
Jungkook
dan Nami sudah sampai di taman kota Seoul. Mereka duduk di bangku taman
menikmat indahnya pagi. Jungkook menuntun Nami untuk duduk di bangku tersebut. Adik
kecilnya begitu manis menggunakan baju bercorak bunga, hadiah ulang tahun dari
ibunya.
“Kak,
aku ingin es krim cokelat yang biasa kakak belikan untukku.”
“Es
krim? Kalau begitu ayo kita beli.”
“Aku
di sini saja kak. Kakak pergi sendiri saja. Aku tidak apa-apa,” kata Nami
meyakinkan kakaknya. Tapi, ada kekhawatir di wajah Jungkook. Ia takut
meninggalkan Nami sendiri.
“Benar
kau tidak apa-apa? Baiklah, kakak akan kembali secepat mungkin. Kau tetap di
sini jangan ke mana-mana.” Nami mengangguk. Lalu, Jungkook berlari mencari
kedai es krim terdekat.
Awan
yang awalnya cerah menyapa pagi mereka, kini berubah menjadi abu-abu. Tetesan
demi tetesan turun dari atas langit. Tapi Jungkook belum kembali.
“Hujan?
Bagaimana ini, kakak belum kembali. Tapi aku tidak boleh pergi dari tempat
ini.” Gadis kecil itu takut. Rintiknya mulai membasahi kulit dan bajunya.
Tak
berapa lama, hujan mulai terasa deras. Orang-orang berlalu lalang untuk mencari
tempat berteduh. Nami tak tahu harus ke mana. Buliran bening mengalir membasahi
pipinya. Ia beranjak dari duduknya. Mencoba mencari tempat perlindungan dari
guyuran hujan pagi itu.
“Kak,
kakak di mana? Aku takut sendirian...” lirihnya. Nami terus berjalan dengan
bantuan tongkat yang selalu ia bawa sebagai penuntun setiap langkahnya.
***
Nami
tidak tahu jika dirinya sudah berada di tengah jalanan kota Seoul. Terdengar
suara klakson mobil yang membuatnya kaget beberapa kali. Nami terus berjalan
dengan tongkatnya mencari sang kakak.
Sementara
di lain sisi, Jungkook telah kembali membawa es krim cokelat kesukaan adiknya.
Matanya terbuka lebar mengetahui adiknya tidak berada di tempat itu. Ia panik
dan berlali untuk mencari keberadaan Nami.
“Nami!
Jeon Nami! Kau di mana?!” Jungkook terus meneriaki nama adiknya. Ia juga
bertanya pada orang-orang sekitar.
Jungkook
kembali menangis. Ia takut jika ada sesuatu yang terjadi pada adiknya. Manik
matanya tak berhenti menelusuri setiap sudut jalan yang di lewati. Tak
dipedulikannya deras hujan asalkan bisa menemukan Jeon Nami.
Terlihat
dari kejauhan, seorang gadis kecil sedang melintasi jalan saat lampu hijau.
Langkah kecilnya dipenuhi keraguan dan rasa takut menghiasi wajah mungilnya.
Jungkook
memusatkan pandangannnya pada satu objek. “Nami? Benarkah itu Nami?” ucapnya
ragu, “benar itu Nami!”
Jungkook
berlari ke arah Nami. Dan tiba-tiba saja sebuah mobil melintas dengan kecepatan
tinggi.
“Nami,
awas!” Jungkook berteriak dari jauh. Ia segera mendorong tubuh adiknya itu.
BRRAAKK!!!
Kerumunan
orang mulai memenuhi jalanan. Darah segar mengalir bersamaan dengan air hujan.
Nami
meringis kesakitan. Kedua tangannya meraba basahnya jalan untuk mencari
tongkatnya.
“Kak,
kau di mana? Aku takut sendirian..” Nami kecil terus menangis.
Polisi
mulai berdatangan ke tempat kejadian tersebut. Mereka meminta keterangan dari
beberapa orang yang ada di sana.
Tanpa
Nami ketahui, sang kakak-lah yang menyelamatkannya dari mobil yang akan
menabraknya.
***
Deraian
air mata tak henti-hentinya mengiringi kepergian orang yang sangat dia sayangi.
Para tetangga coba untuk menguatkan gadis kecil itu. Tidak ada lagi orang yang
melindungi dan menemaninya. Yang tersisa hanya kenangan-kenangan manis yang
sudah 9 tahun dilalui bersama kakaknya.
Sepi,
menyelimuti setiap malamnya. Kesendirian yang menghampiri saat terlelap dalam
tidurnya. Tak ada lagi sentuhan lembut dan senyum hangat itu. Ia merindukan itu
semua.
Nami
berdiri di depan pintu. Bahkan saat kakaknya meninggal, ia tak bisa melihat
seperti apa wajah malaikat pelindungnya itu untuk terakhir kali.
“Nami..
Kau sedang apa? Udara di luar sangat dingin. Ayo masuk, besok kau harus
sekolah,” ucap tetangga itu.
Sejak
kepergian Jungkook, Nami tinggal bersama tetangganya. Ia masih bernasib baik,
masih ada orang yang peduli dengan keadaannya.
“Bi, aku merindukan kakakku. Aku
ingin bersamanya. Antarkan aku ke pemakamannya bi. Pasti dia merasa kesepian di
sana. Aku ingin menemaninya.”
“Ini sudah malam Nami. Bibi janji,
besok kita akan ke sana. Sekarang masuklah dan tidur.”
Saat di kamar, Nami belum juga
memejamkan mata. Ia duduk di tepi ranjang. Matanya begitu sembab.
Kesepian
itu membuatnya tak bisa tidur. Ia sudah terbiasa akan kehadiran Jungkook di
setiap harinya. Hidupnya terasa lebih sunyi jika dibandingkan saat Jungkook
masih ada bersamanya.
Jeon
Nami hidup sebatang kara. Ia sudah yatim piatu. Walau sekarang ada tetangga
yang merawatnya, tapi tetap saja ia merasa kesepian itu selalu menyergapnya.
*END*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar