Senin, 19 Juni 2017

My Brother

“Jika aku bisa melihat, aku ingin tahu seperti apa wajah kakak. Pasti sangat tampan seperti ayah,” ucap anak perempuan itu. Ia selalu berharap dalam doa agar bisa melihat dunia.

“Tentu. Bahkan aku sangat tampan jika dibandingkan dengan ayah,” sahut kakaknya dengan bangga.

Jeon Jungkook, seorang anak SMA yang sangat menyayangi adik perempuan satu-satunya itu. Adiknya mengalami kebutaan sejak lahir, tapi Jungkook senantiasa menjaga dan merawatnya dengan sepenuh hati. Kedua orang tua mereka sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Maka dari itu, Jungkook-lah yang mengurus semua apa yang dibutuhkan oleh adiknya.

Kebetulan hari ini Jungkook sedang libur. Ia mengajak Jeon Nami-adiknya pergi berjalan-jalan untuk menikmati udara segar.

“Nami, kau siap untuk keluar? Cuaca diluar sangat bagus. Ayo kita berjalan-jalan sebentar. Kau ingin pergi ke taman, kan? Kakak akan mengajakmu ke sana.”

“Benarkah Kak? Wah, aku ingin sekali ke tempat itu! Ayo Kak, aku tidak sabar!” jawab Nami kegirangan. Ia sangat bahagia sekali. Senyumnya terus mengembang tanpa henti.

Jungkook dan Nami berjalan di temani semilir angin yang menyejukkan. Jungkook terus memperhatikan adiknya itu. Ia begitu bahagia, jika melihat Nami bisa terus tersenyum seperti itu. Entah bagaimana jika dirinya nanti sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ia tidak mau melihat adik kesayangannya itu menangis.

Tanpa Jungkook sadari, air matanya menetes begitu saja. Ia segera menghapusnya dengan kasar.

“Kak, kenapa kau diam saja? Apa ada yang kau pikirkan?” tanya Nami.

“Tidak ada. Kakak hanya takut tidak bisa menjagamu lagi.”

“Apa yang kakak bicarakan. Kakak akan selalu menemaniku selamanya. Kakak tidak boleh meninggalkanku. Kakak janji?”

Pertanyaan itu membuat Jungkook terdiam sejenak. “Kakak akan berjanji padamu Nami. Kakak akan selalu disampingmu.”

***

Jungkook dan Nami sudah sampai di taman kota Seoul. Mereka duduk di bangku taman menikmat indahnya pagi. Jungkook menuntun Nami untuk duduk di bangku tersebut. Adik kecilnya begitu manis menggunakan baju bercorak bunga, hadiah ulang tahun dari ibunya.

“Kak, aku ingin es krim cokelat yang biasa kakak belikan untukku.”

“Es krim? Kalau begitu ayo kita beli.”

“Aku di sini saja kak. Kakak pergi sendiri saja. Aku tidak apa-apa,” kata Nami meyakinkan kakaknya. Tapi, ada kekhawatir di wajah Jungkook. Ia takut meninggalkan Nami sendiri.

“Benar kau tidak apa-apa? Baiklah, kakak akan kembali secepat mungkin. Kau tetap di sini jangan ke mana-mana.” Nami mengangguk. Lalu, Jungkook berlari mencari kedai es krim terdekat.

Awan yang awalnya cerah menyapa pagi mereka, kini berubah menjadi abu-abu. Tetesan demi tetesan turun dari atas langit. Tapi Jungkook belum kembali.

“Hujan? Bagaimana ini, kakak belum kembali. Tapi aku tidak boleh pergi dari tempat ini.” Gadis kecil itu takut. Rintiknya mulai membasahi kulit dan bajunya.

Tak berapa lama, hujan mulai terasa deras. Orang-orang berlalu lalang untuk mencari tempat berteduh. Nami tak tahu harus ke mana. Buliran bening mengalir membasahi pipinya. Ia beranjak dari duduknya. Mencoba mencari tempat perlindungan dari guyuran hujan pagi itu.

“Kak, kakak di mana? Aku takut sendirian...” lirihnya. Nami terus berjalan dengan bantuan tongkat yang selalu ia bawa sebagai penuntun setiap langkahnya.

***

Nami tidak tahu jika dirinya sudah berada di tengah jalanan kota Seoul. Terdengar suara klakson mobil yang membuatnya kaget beberapa kali. Nami terus berjalan dengan tongkatnya mencari sang kakak.

Sementara di lain sisi, Jungkook telah kembali membawa es krim cokelat kesukaan adiknya. Matanya terbuka lebar mengetahui adiknya tidak berada di tempat itu. Ia panik dan berlali untuk mencari keberadaan Nami.

“Nami! Jeon Nami! Kau di mana?!” Jungkook terus meneriaki nama adiknya. Ia juga bertanya pada orang-orang sekitar.

Jungkook kembali menangis. Ia takut jika ada sesuatu yang terjadi pada adiknya. Manik matanya tak berhenti menelusuri setiap sudut jalan yang di lewati. Tak dipedulikannya deras hujan asalkan bisa menemukan Jeon Nami.

Terlihat dari kejauhan, seorang gadis kecil sedang melintasi jalan saat lampu hijau. Langkah kecilnya dipenuhi keraguan dan rasa takut menghiasi wajah mungilnya.

Jungkook memusatkan pandangannnya pada satu objek. “Nami? Benarkah itu Nami?” ucapnya ragu, “benar itu Nami!”

Jungkook berlari ke arah Nami. Dan tiba-tiba saja sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi.
“Nami, awas!” Jungkook berteriak dari jauh. Ia segera mendorong tubuh adiknya itu.

BRRAAKK!!!

Kerumunan orang mulai memenuhi jalanan. Darah segar mengalir bersamaan dengan air hujan.

Nami meringis kesakitan. Kedua tangannya meraba basahnya jalan untuk mencari tongkatnya.

“Kak, kau di mana? Aku takut sendirian..” Nami kecil terus menangis.

Polisi mulai berdatangan ke tempat kejadian tersebut. Mereka meminta keterangan dari beberapa orang yang ada di sana.
Tanpa Nami ketahui, sang kakak-lah yang menyelamatkannya dari mobil yang akan menabraknya.
***

Deraian air mata tak henti-hentinya mengiringi kepergian orang yang sangat dia sayangi. Para tetangga coba untuk menguatkan gadis kecil itu. Tidak ada lagi orang yang melindungi dan menemaninya. Yang tersisa hanya kenangan-kenangan manis yang sudah 9 tahun  dilalui bersama kakaknya.

Sepi, menyelimuti setiap malamnya. Kesendirian yang menghampiri saat terlelap dalam tidurnya. Tak ada lagi sentuhan lembut dan senyum hangat itu. Ia merindukan itu semua.
Nami berdiri di depan pintu. Bahkan saat kakaknya meninggal, ia tak bisa melihat seperti apa wajah malaikat pelindungnya itu untuk terakhir kali.

“Nami.. Kau sedang apa? Udara di luar sangat dingin. Ayo masuk, besok kau harus sekolah,” ucap tetangga itu.  

Sejak kepergian Jungkook, Nami tinggal bersama tetangganya. Ia masih bernasib baik, masih ada orang yang peduli dengan keadaannya.

            “Bi, aku merindukan kakakku. Aku ingin bersamanya. Antarkan aku ke pemakamannya bi. Pasti dia merasa kesepian di sana. Aku ingin menemaninya.”

            “Ini sudah malam Nami. Bibi janji, besok kita akan ke sana. Sekarang masuklah dan tidur.”

            Saat di kamar, Nami belum juga memejamkan mata. Ia duduk di tepi ranjang. Matanya begitu sembab.
Kesepian itu membuatnya tak bisa tidur. Ia sudah terbiasa akan kehadiran Jungkook di setiap harinya. Hidupnya terasa lebih sunyi jika dibandingkan saat Jungkook masih ada bersamanya.


Jeon Nami hidup sebatang kara. Ia sudah yatim piatu. Walau sekarang ada tetangga yang merawatnya, tapi tetap saja ia merasa kesepian itu selalu menyergapnya.

*END*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar