Ini
adalah hari yang mendebarkan bagi seorang gadis bernama lengkap Kim Jung In.
Bagaimana tidak, ia akan menikah dengan seorang pria yang sangat dia cintai.
Sejak pagi buta dia sudah bangun untuk mempersiapkan penampilan terbaiknya di
acara pernikahannya nanti.
“Ibu,
aku sudah tidak sabar menanti waktu itu,” ucapnya dengan senyum yang merekah.
Di hadapan cermin, ia sedang didandani oleh penata rias pengantin.
Jung
In terlihat sangat cantik dengan gaun putih yang membentuk tubuh langsinya. Ibunya
terus memperhatikan anak perempuan satu-satunya itu. Matanya berkaca-kaca
melihat anaknya yang kini sudah tumbeuh dewasa dan akan menikah beberapa jam
lagi.
“Ibu
kenapa? Ini hari pernikahanku, jangan menangis seperti itu. Tersenyumlah.”
“Tidak,
ibu tidak menangis. Ibu hanya bahagia saja melihat anak ibu yang akan menikah.
Oh, iya, ibu keluar dulu ya. Ibu akan menemui tamu di luar,” katanya. Jung In
mengangguk disertai senyuman manis dari bibir tipisnya.
***
“Apa
Jung In sudah selesai berdandan? Cepatlah, suruh dia segera turun,” perintah
ayah Jung In pada ibunya. Ibunya langsung menaiki anak tangga untuk menemui
anaknya.
Beberapa
detik berlalu, ponsel ayahnya berbunyi di dalam saku celana hitamnya. Ia segera
menjawab panggilan masuk itu.
“Halo?”
Entah
apa yang dikatakan orang yang berada disebrang telepon sana. Spontan, ayah Jung
In menjatuhkan ponselnya. Air mukanya berubah seketika saat mendengar kabar
buruk yang diterimanya. Tubuhnya melemas dan terjatuh begitu saja ke lantai.
Berbarengan
dengan itu, Jung In dan ibunya turun menghampiri ayahnya dengan tatapan aneh.
“Ayah...
ayah ada apa? Apa terjadi sesuatu?” Jung In dan ibunya khawatir. Mereka
terlihat panik. Ayahnya masih diam tak menjawab. Apa yang akan ia katakan pada
anaknya.
“Jung
In, ayah harap kau kuat mendengar berita ini. Ji.. Jin Woo...” Ayahnya terlihat
terbata untuk memulai ucapannya.
“Ada
apa dengan Jin Woo ayah? Dia baik-baik saja, kan? Katakan ayah jangan membuatku
penasaran!”
Ayahnya
menarik nafas dan menghembuskannya dengan berat. “Jin Woo mengalami kecelakaan
saat menuju ke rumah kita. Ayah tidak tahu bagaiamana kecelakaan itu terjadi.”
Apa
yang dikatakan ayahnya, membuat Jung In langsung meneteskan air mata yang mulai
deras membasahi pipinya. Make-up yang
menghiasi wajah mungilnya mulai memudar perlahan akibat buliran bening yang
lolos dari bendungannya.
“Ayah
bercanda, itu tidak mungkin ayah! Pasti itu bukan Jin Woo, ayah. Aku tidak
percaya!”
Jung
In keluar dari rumah mewahnya. Kedua orang tuanya sempat mencegah untuk pergi.
Tapi, ia berhasil melepaskan diri. Jung In berlari untuk memastikan bahwa bukan
Jin Woo yang menjadi korban kecelakaan tersebut.
Kala
itu, langit senja menemani setiap langkahnya. Air mata terus berderai tanpa
ampun. Ia mengusapnya kasar setiap tetesan yang jatuh seraya terus berlari tak
tentu arah.
Seakaan
melengkapi perasaanya, rintik-rintik hujan membasahi bumi yang dipijaknya. Ia
sempat berhenti karena tak kuasa lagi untuk berlari. Nafasnya terengah-engah
dicampur isakan tangis yang ia tahan dan menyesakkan dada. Hujan dan langit
senja menjadi saksi kisah hidupnya hari ini.
“Jin Woo, aku tahu itu pasti bukan kau. Akan
ku pastikan itu. Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Kita akan menikah
hari ini. Aku tidak ingin kau meninggalkanku disaat hari bahagia kita,” ucapnya.
Jung In yakin kalau Jin Woo baik-baik saja. Dan segera menikahinya.
Gaun
putih yang ia kenakan berubah menjadi cokelat kehitaman akibat jalanan yang
basah terkena derasnya hujan. Tak dipedulikannya lagi tatapan orang-orang yang
melihatnya saat itu.
Awan
berubah menjadi abu-abu mengikis senja yang mulai menghilang perlahan. Tapi
hujan masih tetap berlanjut. Mengiringi langkah seorang gadis menuju tempat
yang tak pasti.
***
Wajah
ayunya, kini terlihat lesu. Ditambah lagi mata sembabnya yang ia tutupi dengan
kaca mata hitam besar. Seluruh keluarga berkumpul mengenakan pakaian hitam. Ya,
Jin Woo benar-benar pergi meninggalkan Jung In untuk selamanya. Air mata pun
tak dapat lagi mengalir dari mata bulatnya. Ia sudah pasrah atas apa yang telah
terjadi.
Angan-angannya
untuk dapat hidup bersama dengan Jin Woo pupus sudah. Wajah Jin Woo masih
terngiang dalam ingatan. Ini sungguh menyedihkan baginya.
“Jung
In anakku, ayo kita pulang ini sudah sore. Besok kau bisa kembali lagi untuk
melihatnya,” ucap ibunya. Ibunya sangat sedih melihat anak semata wayangnya
harus menerima ini semua.
“Sebentar
lagi bu. Ibu pulang saja dulu. Aku masih ingin menemaninya di sini,” kata Jung
In. Dia mengelus nisan Jin Woo dan menciuminya. Sesekali sisa-sisa air matanya
menetes di nisan tersebut.
***
Jung
in sedang berada di kamarnya. Ia duduk sambil memandangi gaun pernikahannya
yang tergantung di dalam kamar. Melihat gaun itu, Jung In mengukir senyum
dibalik rasa sedih yang masih menyelimuti. Hari itu, ia masih ingat dimana ia
mengenakan gaun tersebut di tengah hujan dan berlari mencari Jin Woo.
“Jin
Woo...” lirihnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Gadis itu tak
sanggup menahan tangisnya. Jung In sangat berharap dengan hari itu. Seharusnya,
ia sudah resmi menjadi istri Jin Woo. Tapi takdir berkata lain.
Jung
In berjalan mendekati gaun tersebut yang tergantung dengan rapi. Manik matanya
terus menatap penuh nanar. “Jin Woo, apakah kau masih ingat? Setelah kita
menikah, kau berjanji mengajakku berlibur ke pulau Jeju. Tempat kita untuk
berbulan madu. Kau mendengarku, kan? Aku sangat kesepian sekarang. Tidak ada
yang membuatku tertawa dengan tingkah lucumu. Tidak ada yang memelukku saat aku
merasa takut.”
Kemudian
Jung In beralih ke laci meja riasnya. Ia membuka laci tersebut dan mengambil
sebuah benda dari dalamnya. Ia membuka kotak berbentuk hati berwarna merah. Di
dalamnya terdapat sepasang cincin emas putih. Ia mengambil salah satunya dan
memakaikan pada jari manisnya. Ia memandangi jari tersebut.
Dia
berharap Jin Woo-lah yang memakaikan ini pada jarinya, bukan gadis itu sendiri.
“Lihatlah,
bahkan aku memakaikan cincin pernikahanku sendiri.” Jung In tertawa kecil. Ia
sudah seperti orang gila sekarang.
Sebulan
sudah kepergian Jin Woo. Dan keadaan Jung In semakin parah. Jung In menjadi
gila karena kejadian itu. Ia masih belum bisa menerima semuanya. Orang tuanya
tidak bisa berbuat apa-apa. Sungguh kedua orang tuanya hanya bisa berdoa untuk
anaknya itu.
Kedua
orang tua Jung In membawanya ke rumah sakit jiwa. Ini sangat menyakitkan.
Melihat sang anak harus berakhir seperti itu. Di rumah sakit itu, Jung In tak
pernah lepas dari gaun pengantinnya. Ia menggunakan gaun tersebut di rumah
sakit dan tidak mau melepaskannya. Jika ada orang yang meminta untuk melepaskan
gaun itu, Jung In akan memberontak dan akan menyakiti orang lain.
“Sudah
ku bilang, aku tidak mau melepaskannya! Aku akan menikah dengan Jin Woo. Apa
kalian tidak dengar? Hahaha!”
Seperti
itulah tingkahnya, ia berjalan di lorong rumah sakit itu sambil berbicara
sendiri dan tertawa tak jelas.
Ayah
dan ibunya memandang dari kejauhan. Sungguh malang nasib Jung In. Mereka
berharap ada seseorang yang mampu membuat hidup Jung In kembali seperti dulu.
***