Selasa, 28 Maret 2017

Just Dream

Sebenarnya cerita ini sebagian besar adalah impian aku yang pengen banget bisa ketemu langsung sama Juki a.k.a Jungkook. Berhubung dia jauh di sana, aku cuma bisa bermimpi lewat tulisan, hehe


Oppa! Oppa, saranghae  oppa!”
Teriakan itu tak henti-hentinya terucap dari para fans yang sangat mengagumi bahkan mencintai mereka. Menunggu berjam-jam, itu tidak masalah asalkan dapat melihat sang idola dari dekat dan mengambil foto mereka.
Senin, 30 Desember, tepatnya pukul 9 pagi waktu Korea Selatan, segerombolan Army sebutan untuk fans Bangtan Seonyondan atau lebih dikenal dengan BTS sudah memenuhi bandara Incheon. Saat member BTS muncul dihadapan mereka, suara teriakan tak terhindarkan. Mereka berebut untuk lebih dekat dengan idolanya.
Salah satu fans wanita yang datang saat itu, sampai meneteskan air matanya. Jujur saja, itu kali pertamanya ia melihat idolanya dari dekat. Ia tak dapat menyembunyikan rasa senangnya. Sudah lama ia memimpikan untuk bertemu langsung dengan idolanya dan bisa menginjakkan kaki di tempat yang sama dengan idolanya, yaitu Seoul, Korea Selatan.

***

Reni Eriska, fans asal Indonesia itu akhirnya bisa mewujudkan impiannya selama ini. dengan niat yang sunguh-sungguh, ia rela menabung untuk pergi ke negara dengan julukan negeri “Ginseng” tersebut.
Sudah 3 tahun ia menjadi fangirl dari boyband itu. Ia sangat menyukai Jung-kook, salah satu member yang membuatnya tak berhenti berdecak kagum saat melihatnya.
“Jung-kook, aku datang!” ucapnya dengan rasa bahagia. Senyum diwajahnya terus terpatri dengan manis.
Hari ini, BTS mengadakan fanmeet di salah satu mall yang ada di Seoul. Reni sudah menyiapkan apa saja yang akan ia bawa untuk fanmeet.
Reni mengecek kelengkapan barang yang akan dia bawa saat fanmeet nanti.
“Kamera, oke.”
“Ponsel, hadiah untuk Jungkook.. Oke, semua sudah siap!” ucapnya kegirangan.
Reni menginap di rumah tantenya, yang kebetulan tinggal di negara itu. Reni tak perlu susah-susah untuk mencari penginapan yang murah di Seoul.
“Ren, kamu itu luar biasa ya,” kata tantenya.


“Maksudnya gimana? Aku nggak ngerti deh tante.”
“Ya, kamu bela-belain ke sini cuma untuk liat idola kamu aja. Tante nggak habis pikir,” tantenya menggeleng-gelengkan kepala. Ia memang tak heran lagi melihat keponakannya yang sangat menggilai sesuatu yang berhubungan dengan Korea.
“Hehehe... tante tau sendiri kan. Kalo udah suka sama sesuatu, aku bakal lakuin apapun untuk bisa mewujudkan keinginanku,” jawabnya seraya mempersiapkan diri untuk pergi ke fanmeet.
“Terserah kamu deh, Ren.”
Dengan menggunakan kaos berwarna putih bertuliskan nama “Jung-kook” pada bagian belakangnya dan juga celana jeans bewarna biru langit menambah kesan casual pada gadis itu. Reni memang tidak terlalu suka berpenampilan yang berlebihan. Ia menyukai yang simpel tapi tetap terlihat manis.
“Tante, aku pergi dulu ya. Mungkin, hari ini aku agak lama. Jadi, jangan rindukan keponakkanmu yang manis ini,” ucapnya yang sudah di ambang pintu. Menampakkan wajahnya yang dibuat imut.

***

Surai panjangnya terurai dengan sempurna ketika angin menerpanya. Tubuh langsingnya menambah penampilannya yang tampak semakin cantik. Gadis berkulit putih ini, sedang menanti bis untuk menuju ke acara fanmeet tersebut.
Di halte bis, Reni duduk kemudian berdiri begitu seterusnya. Sampai bis ia tunggu datang dan ia segera naik.
Reni duduk dibagian belakang. Untuk menghilangkan rasa bosannya, Reni mendengarkan lagu dari ponselnya itu. Ia memutar lagu favoritnya “Miss Right”. Sepanjang perjalanan ia bersenandung mengikuti irama lagu tersebut. Senyumnya terus mengembang sambil menatap ke arah luar jendela.
Sungguh indah pemandangan kota Seoul saat pagi hari. Ini adalah bulan Desember, artinya akan ada salju di bulan ini. Aku tidak sabar menanti itu, batin Reni.
Setelah beberapa menit berlalu, bis yang ditumpanginya sudah sampai pada tujuannya. Reni turun tergesa-gesa dan hampir terjatuh saat turun.
Reni menatap arlojinya, “Sebentar lagi dimulai!”
Ia berlari menuju tempat acara fanmeet berlangsung. Sesampai di dalam, para Army sudah berkumpul di mall tersebut.
Wah! Jadi seperti ini rasanya bergabung dengan para Army!” ucapnya dengan mata yang berbinar. Jantungnya juga berdegub sangat kencang, mengingat ini pertama kalinya bagi Reni hadir di acara fanmeet bersama Army di Korea. Suatu pengalaman yang tak bisa ia lupakan.
Tak lama kemudian, acara pun dimulai. Seorang MC laki-laki berdiri di depan stage untuk memulai acaranya. Walaupun Reni tak mengerti sama sekali apa yang dikatakan MC tersebut, tetapi ia tetap bersorak dengan fans lainnya.
“Baiklah. Sepertinya kalian tidak sabar. Sekarang, ini bagi kalian menikmati musim dingin bersama Bangtan Seonyondan!” kira-kira seperti itulah yang disampaikan MC jika diartikan.
“BTS! BTS! BTS! WOOOO....!!” semua berteriak menyebut nama itu. Dan hadirlah ketujuh member dengan penampilan mereka yang sangat mempesona. Mereka juga menampakkan senyuman yang ramah terhadap fans. Sambil melambaikan tangan, satu persatu member duduk di tempat yang sudah disediakan.

***

Ini saatnya mereka bertatap muka secara dekat dengan member BTS. Inilah yang ditunggu oleh Reni. Ia merasa gugup, senang semuanya jadi satu.
Dilihatnya banyak fans yang membawakan hadiah untuk member favorit mereka. hadiahnya yang dibawa jauh lebih mahal ketimbang dirinya. reni menatapi hadiah yang ia pegang sejak tadi. Dan menatap lagi hadiah yang dibawa fans lainnya.
Nggak masalah, Ren. Hadiahmu tetap yang terbaik,” gumamnya.
Setiap member memperkenalan diri masing-masing. Teriakan demi teriakan terus berkumandang di acara tersebut.
Acara selanjutnya adalah acara yang ditunggu-tunggu banyak fans. Satu persatu mereka dapat menyentuh tangan boyband itu. Hanya sekedar Highfive, tapi itulah kebahagian yang tak terkira bagi setiap fans. Semua fans mendapat giliran untuk melakukan itu. Ada yang sampai mencubit gemas pipi member BTS tersebut.
Akhirnya, kini tiba giliran Reni yang melakukan Highfive pada setiap member. Gadis itu hampir menangis bahkan. Ia tak bisa berkata-kata. Rap Monster, Jin, Suga, J-Hope, Jimin, V sudah ia lalui dan mereka sangat tampan jika dilihat dari dekat. Jauh berbeda ketika melihatnya di foto.
Kini tiba saatnya, Reni menghadapi member paling muda di grup itu. Ia salah tingkah, terlihat jelas dari wajahnya. Orang yang berada di depannya terus tersenyum menampakkan gigi kelincinya. Cute, tampan, manis, lucu. Andai saja aku bisa membawanya pulang. Batinya lagi.
Tak ada kata untuk menggambarkan seorang Jeon Jung-kook dimatanya. Ketampanannya berhasil membuat Reni tak berhenti menatap wajahnya hingga memerah. Tangannya juga gemetaran saat melakukan Highfive. Dan satu hal lagi yang membuat gadis itu hampir mati, karena ia tak bisa bernafas dengan baik. Jung-kook menahan tangannya untuk beberapa detik. Seperti ada kupu-kupu yang menari-nari dalam perutnya.
Seperti tersihir, Reni sampai lupa memberikan hadiah yang ia bawa. “Oh, this is for you. Hope you like it, Jung-kook,” ucapnya dengan bibir yang bergetar. Jung-kook mengambil hadiah yang dia berikan. Ternyata, Reni memberikan wayang yang sangat identik dengan negaranya, Indonesia. Ia membungkusnya dengan kotak berwarna merah, warna kesukaan Jungkook. Kalian tahu, dia juga menyelipkan nomor teleponnya dalam hadiah itu. Berharap sang idola menghubunginya nanti. Walaupun itu mustahil, tapi Reni tetap melakukannya.
Tanpa disangka, Jung-kook langsung membuka kado tersebut. “Wow! Thank you very much! Eumm... What is your name?” pertanyaan itu membuat Reni membelalakan matanya. Jung-kook menanyakan namanya? Sungguh keajaiban dunia bagi Reni.
“Ah.. My name is Re.. Reni Eriska,” balas Reni sambil memegangi jantungnya yang terus berpacu tanpa ampun. Seketika wajahnya memanas dan bersemu kemerahan.

***

Cuaca hari ini begitu indah. Cahaya matahari mulai masuk melalui celah jendela kamarnya. Seorang gadis masih terlelap dalam dunia alam bawah sadarnya. Sudah hampir siang, tetapi gadis itu tak kunjung bangun. Sampai akhirnya, seseorang membangunkannya dan mengganggu keindahannya sejenak.
“Ren, bangun udah jam berapa nih!” ucap seseorang saat di kamarnya.
Bukannya bangun, Reni malah menggeliat di ranjangnya sambil menyebut satu nama yang terus ia ucapkan dalam tidurnya.
“Jung-kook, Jung-kook, Jung-kook saranghae,” ucapnya samar-samar masih dalam keadaan mata tertutup.
“Ren, ini mama bukan Jung-kook! Ayo, bangun. Kamu bisa telat nanti!” wanita itu terus mengguncang tubuh anak semata wayangnya.
Dengan susah payah, mamanya menegakkan tubuh anaknya. Reni tak juga membuka matanya. “Jung-kook, aku mencintaimu,” tanpa disadari Reni memeluk mamanya yang dianggapnya seorang Jung-kook.
“Ini anak makin hari makin aneh aja. Pasti kebanyakan nonton Korea itu.”
Mama Reni, berinisiatif mengambil air untuk menyadarkan anaknya itu.

BYUURR!

Air tersebut membasahi wajah Reni yang kucel serta piyama yang  digunakannya.
“Bangun, jangan kebanyakan mimpi!” seru mamanya.
Sontak Reni langsung terbangun. “MAMA!” teriak Reni tak kalah dengan mamanya.
“Cepat mandi!” perintahnya seraya melemparkan gayung ke arah anaknya dan berlalu meninggalkan kamar Reni.
Kehadiran mamanya telah mengusik mimpi-mimpi indahnya bersama Jung-kook. Reni mendengus kesal. “Kenapa harus pagi ini sih?” keluhnya. Usai sudah cerita manis bersama sang idola. Reni mengacak rambutnya kesal. Ia menghentak-hentakan kakinya di lantai dingin itu.
“Setidaknya, aku udah bertemu dan menggenggam tangannya walau hanya lewat sebuah mimpi. Tetaplah jadi inspirasiku dalam menulis, Jeon Jung-kook,” ucapnya yang masih duduk di atas ranjang.
“Tapi tetep aja. Mama udah ngacauin mimpi aku! Seharusnya aku bisa dapetin nomor Hp-nya!” rengeknya yang masih kesal dengan mamanya.
Dari tempat yang berbeda, mamanya mendengar apa yang dikatakan anaknya itu.
“Ren, mama denger apa yang kamu bilang. Cepat mandi! Kalo nggak, mama potong uang jajan kamu hari ini,” ancamnya.

“Iya, iya, Ma!” teriaknya dari dalam kamar. Dan bergegas untuk mandi. 

Toko Bungan Nam Ji Hyun

cr. AliyyahSipguArt


“Kenapa dengan wajahmu? Dipecat lagi? Ternyata wajah tampanmu tidak sebaik nasibmu,” ucap temannya diselingi tawa kecil.
Jeon Jungkook, mantan artis terkenal di Korea Selatan. Semuanya bermula dari seorang fans wanitanya yang mengaku telah dilecehkan oleh Jungkook. Sejak berita itu mencuat di internet, banyak netizen yang berkomentar negatif bahkan mengecam tindakan yang dilakukannya.
“Berhenti mengejekku. Setidaknya aku telah berusaha. Wah, kebetulan. Kau tahu saja kalau aku sedang lapar.” Jungkook langsung mengambil sumpitnya dan menyantap dengan lahap ramyun yang dimasak oleh temannya.
“Apa kau sangat lapar mantan artis Jeon Jungkook?” ejek temannya itu. Jungkook mendelikkan matanya. Ia sangat sensitif jika mendengar kata tersebut.
“Oh, iya, kebetulan ada tempat kerja yang sedang memerlukan pegawai. Ini alamatnya. Kau bisa datang besok pagi ke sana.” Juhee, menyodorkoan alamat itu pada Jungkook.
“Toko bunga?” gumam Jungkook. Lalu ia melirik Juhee yang sedang makan.
“Apa kau tidak salah memberikan pekerjaan ini padaku? Pekerjaan ini seharusnya dikerjakan oleh wanita bukan laki-laki sepertiku,” protesnya.
“Hei, kau ini. Aku sudah berbaik hati memberikan pekerjaan untukmu, kenapa kau tidak berterima kasih padaku?” Jungkook kemudian tersenyum manis sambil mendekatkan tubuhnya pada Juhee. Juhee yang merasa risih, mendorongnya untuk menjauh.
“Menyingkirlah dariku! Berhenti memasang wajah seperti itu, sangat menjijikan!”
***

Kurang lebih 1 jam, Jungkook menempuh perjalanan dari rumahnya. Dia berdiri memandangi toko bunga tersebut.
“Benarkah aku akan bekerja di tempat ini? Tapi tidak apa-apa. Ini kesempatan yang tidak datang dua kali.”
Jungkook melangkah ragu untuk masuk ke toko tersebut. Sampai di depan pintu toko, ia masih berdiri memikirkan kembali apakah ia akan benar-benar bekerja di tempat itu.
KLENTENG!!!
Suara lonceng yang terdapat di atas pintu toko berbunyi, untuk menandakan adanya pembeli yang datang.
“Pagi, selamat datang di Toko Bunga Jihyun!”
Sambutan hangat menggema ditelinga Jungkook. Dilihatnya seorang gadis menyapa dengan manis. Rambut panjang yang tergerai indah menambah kecantikkannya.
Jungkook membalas senyuman gadis itu. Ia terpaku akan pesona yang dipancarkan gadis tersebut.
“Ada yang bisa saya bantu? Anda sedang mencari mawar apa?” tanya gadis itu. Jungkook masih tak sadar dengan senyum masih terpatri diwajahnya.
“Maaf, Anda tidak apa-apa?” tanyanya lagi.
 “Ma.. maaf. Tadi kau bertanya apa?” Jungkook tersadar dari lamuanannya. Dia terlihat salah tingkah dan kikuk.
“Anda sedang mencari mawar apa?” Gadis itu mengulangi pertanyaannya.
“Ah.. Benarkah toko ini sedang mencari pegawai? Aku ingin bekerja di tempat ini. Bisakah aku bertemu dengan pemilik toko bunga ini?”
“Aku pemilik toko bunga ini. Namaku Nam Jihyun, kau bisa memanggilku Jihyun.”
Jungkook terlihat kaget, ternyata gadis yang sedari tadi berbicara dengannya adalah pemiliki toko bunga tersebut.
“Jadi Anda pemilik toko ini? Maaf, apakah Anda menerima pegawai? Aku sedang membutuhkan pekerjaan.”
“Tentu, aku butuh seseorang untuk mengantarkan pesanan bunga dari pelangganku. Selama ini akulah yang mengantarkan pesanan bunga untuk mereka. Kau bisa mulai bekerja hari ini.”
“Ha.. hari ini?” tanya Jungkook untuk memastikan kembali.
“Ya, hari ini. Nah, sekarang tolong antarkan bunga mawar putih dan kuning ini. Ini alamatnya.”
Jungkook menerima dua buket bunga yang diberikan oleh Jihyun. Dia masih tak percaya harus menjadi pengantar bunga. Ia tak pernah membayangkan pekerjaan ini sebelumnya.
“Lalu bagaimana aku mengantarkan bunga ini?”
“Kau menggunakan sepeda yang ada di depan toko.”
Lagi-lagi Jungkook dibuat tak percaya dengan perkataan gadis itu. Ia belum pernah sama sekali menaiki sepeda. Jungkook merasa cemas jika bunga ini tidak sampai pada pelanggan yang dimaksud Jihyun. Mungkin, ia akan mendapat kata “pecat” lagi kali ini.
“Sepeda? Kenapa tidak menggunakan motor saja? Itu akan menghemat waktu dan pesanan akan cepat sampai,” Jungkook berasalan.
“Di tokoku memang seperti itu. Apa ... kau tidak bisa menaiki sepeda?” tanya Jihyun mulai menyelidik.
“A.. aku, tentu aku bisa. Jangan khawatir, aku akan mengantar bunga ini lebih cepat dari yang kau kira. Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu.”
Jungkook melihat sepeda yang berwarna putih lengkap dengan keranjang di depannya. Ia mengacak rambutnya saat melihat sepeda itu.
“Aku harus mengantar bunga? Aish! Bagaimana caranya aku menaiki sepeda ini?” Jungkook meletakkan kedua bunga mawar tersebut di keranjang, dan mencoba untuk menaiki sepeda itu. Ia terlihat kesusahan saat mengayuh pedalnya.
“Oh, Tuhan... apakah ini balasan untuk makhluk setampan diriku? Ini terlalu sulit untukku,” keluhnya. Tapi tetap saja Jungkook akan mengantarkan bunga tersebut.
***

Entah berapa kali Jungkook harus terjatuh dari sepedanya. Gadis-gadis yang tengah berjalan, menahan tawa saat melihatnya. Jungkook hanya bisa menundukkan kepala menutupi malu.
“Bahkan aku belum pernah ditertawakan seperti ini. Dasar mawar pembawa sial! Gara-gara kau, aku harus menerima ini semua.
Jungkook menghembuskan nafasnya pelan-pelan. “Sabar Jungkook, ini demi Jihyun dan pekerjaanmu.” Dengan pasrah ia menuntun sepeda itu sampai ke tempat tujuan.
Keringat mengucur dari dalam tubuhnya, membuat kemeja yang dia gunakan basah. Cuaca hari ini memang cukup panas. Tapi, pesanan bunga mawar itu harus segera sampai.
Setengah jam sudah Jungkook menuntun sepedanya, dan tibalah ia di rumah pelanggan Jihyun.
“Permisi! Aku pengantar bunga dari Toko Jihyun!”
Tak menunggu waktu lama, sang pemilik rumah keluar membuka pintu gerbangnya.
“Kenapa lama sekali. Bungaku.. Hei! Apa yang kau lakukan dengan bungaku? Aku tidak mau menerimanya. Katakan pada Jihyun, aku ingin dia yang mengantar bunganya dan gantikan dengan yang baru,” pelanggan itu memarahi Jungkook karena mawar yang dipesannya telah rusak.
“Tapi nyonya, itu ...” pelanggan tersebut langsung masuk ke rumah. Jungkook sangat kesal. Ia tak berhenti mengumpat tentang pelanggan tersebut.
***

Jungkook tidak tahu harus berkata apa pada Jihyun. Ia harus membawa kembali bunga mawar itu. Sudah terlihat layu seperti suasana hatinya.
Saat kembali ke toko pun, Jungkook kembali menuntun sepeda itu. Di bawah terik matahari, Jungkook harus berjuang untuk sampai ke toko. Ini pengalaman yang tidak akan ia lupakan sepanjang hidupnya.
Jungkook melambatkan langkahnya saat sampai di toko. Ia melihat Jihyun sedang menata bunga mawar yang berada di depan tokonya.
Tak disangka, Jihyun melihat ke arahnya. Dengan cepat Jungkook memalingkan wajahnya sambil berjalan mendekat ke toko. Jihyun menatap aneh, kenapa Jungkook membawa kembali bunganya. “Bunganya, kenapa dibawa kembali? Apakah dia tidak berada di rumah?”
Jungkook semakin menundukkan kepala. “Kau boleh memecatku Jihyun. Maafkan aku tidak bekerja dengan baik. Aku merusak bunganya.”
 “Jangan sedih seperti itu. Aku tahu, kau tidak bisa naik sepeda, kan? Aku melihatmu dari dalam saat kau pergi mengantar bunga. Tapi, kau pasti akan malu jika kau tahu tentang itu. Makanya aku tidak menolongmu,” jelasnya. Jungkook benar-benar malu sekarang.
“Baiklah, sekarang ayo kita antar bersama bunga mawar baru untuknya. Apa kau mau?” ajak Jihyun. Jungkook mengernyitkan keningnya. Jika Jihyun mengajaknya, maka Jungkook harus membonceng Jihyun. Jungkook tidak mau jika gadis itu harus terluka karena dirinya.
“Tapi, aku kan tidak bisa naik sepeda. Apa kau akan memboncengku?” pertanyaan Jungkook membuat Jihyun tertawa. Itu semakin membuat Jungkook malu dan merasa bodoh akan pertanyaannya.
“Aku akan mengajarimu.”
Sebelum mengantar bunga, Jihyun mengajari Jungkook berlatih sepeda. Dengan telaten dan penuh kesabaran Jihyun mengajari Jungkook sampai dia berhasil menyeimbangkan tubuhnya dengan sepeda. Perlahan Jungkook mulai bisa mengendalikan sepedanya.
“Sekarang apa kau siap?” Jungkook menggangguk ragu. Tapi dia yakin bisa.
Jihyun sudah berada diboncengan dengan membawa bunga sementara Jungkook siap untuk mengayuh sepeda. Tangan Jihyun melingkar dipinggang Jungkook membuat laki-laki itu semakin tidak konsentrasi dengan sepedanya.
Awalnya, Jungkook sangat kesulitan karena ia tidak lagi membawa bunga tapi seorang gadis pemilik toko bunga mawar tempatnya bekerja.
“Pegangan yang erat Jihyun. Aku takut kau akan terjatuh nanti.” Jihyun menuruti apa yang dikatakan Jungkook.
Perlahan sepeda yang mereka naiki mulai berjalan. Jihyun yang berada diboncengan mulai cemas.
“Jungkook konsentrasi. Pelan-pelan saja,” kata Jihyun. Jungkook kembali mengayuh sepeda itu semakin lama semakin lancar ia membawanya.
“Jungkook, kau berhasil!” Jihyun kegirangan.
Jungkook lupa kalau ia sedang membawa Jihyun. Ia bertepuk tangan melespaskan stang. “Ya, Jihyun aku bisa!” ucapnya tak kalah senang. “Jungkook, sepedanya!” Jihyun berteriak.
Jungkook dan Jihyun tertawa lepas akan tingkah mereka. Diiringi dengan candaan Jungkook yang membuat Jihyun tak berhenti tertawa. Laki-laki itu meralat kata-katanya akan bunga mawar yang membuatnya sial, tapi kini bunga mawar itu membawa keberuntungan yang tak terduga.

My Friend Is Ghost

Sebelum aku minta maaf atas ketidakjelasan cerita ini. Cerpen ala kadarnya *absurd* sumpah!! Cus baca, aku yakin kalian tidak pensaran dengan ceritaku...

“Si- si-apa kau?” ucap seorang gadis sangat ketakutan. Matanya mendapati sosok laki-laki yang muncul tiba-tiba dalam gudang sekolahnya.

Gadis itu mundur perlahan-lahan menjauhi laki-laki tersebut. Tubuhnya tinggi dan wajahnya pucat pasih.

“K-kau bisa me-melihatku? Benarkah itu? Tapi ... bagaimana bisa?” sahut laki-laki itu dengan wajah bingung  juga terkejut. Ia juga tak menyangka saat banyak orang yang tak bisa melihat kehadirannya, tapi gadis ini malah bisa melihatnya secara langsung.

“Jebal, jangan sakiti aku. Aku tidak mau mati sekarang. Aku orang baik jadi jangan sakiti aku,” gadis itu bersujud, memohon agar orang tersebut tak melukainya.

“Apa maksudmu?  Aku sama sekali tidak ingin menyakitimu.” Laki-laki itu berjalan mendekati gadis tersebut dengan cepat. Gadis itu kaget dan langsung berlari ke arah pintu, tapi sayang tangan laki-laki tersebut berhasil menangkap tangannya.

“Hei, kau mau kemana! Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Percayalah padaku,” ujarnya seraya meyakinkan gadis tersebut.

“To-tolong le-lepaskan tanganmu dulu,” pinta gadis itu terbata yang masih ketakutan.

“Ah, iya baiklah aku akan melepaskannya. Tapi kau harus berjanji padaku. Kau jangan pergi dulu, kumuhon?”

“Ba-baiklah. Apa yang kau inginkan dariku?” gadis itu menundukkan kepalanya karena ia masih diselimuti rasa takut.

“Eiy, aku tidak menginginkan apa-apa darimu. Aku hanya kesepian,” gadis itu menatap bingung laki-laki tersebut. Ia coba mencerna perkataan laki-laki itu.

“Maksudmu kesepian? Apa kau tidak mempunyai teman sama sekali? Lagipula kau kan memiliki orang tua juga. Bagaimana bisa kau mengatakan itu kesepian?” gadis tersebut melontarkan banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya.

“Tentu aku punya itu semua. Tapi ... itu dulu saat aku ... saat aku masih hidup,” jawab laki-laki itu tertunduk lemas. Lalu matanya kembali menatap gadis itu.

‘HA, Masih hidup?! Apa maksudnya ini? Jadi dia sekarang ... Itu tidak mungkin! Jadi yang dihadapanku ini ... hantu?!’ gadis itu membatin.

Wajahnya berubah seketika. Ketika meyakini bahwa orang yang sejak tadi berbicara dengannya benar-benar sudah mati. Tanpa berpikir lama, ia melangkahkan kakinya secepat kilat menjauh dari laki-laki tersebut. Ia berlari menuju kelasnya dengan perasaan tak percaya. Tidak mungkin ada hantu di siang bolong, pikir gadis itu.

“Hei, TUNGGU! Ku bilang berhent! Aish!” laki-laki itu meneriakinya tapi apa boleh buat, dia terus berlari tak menghiraukannya.
***
Nafasnya tersengal-sengal saat masuk kelas. ia menghampiri teman sebangkunya dengan keringat yang menetes dari kedua pelipisnya. Temannya itu menatap heran.

“Hosh ... hosh ... hosh ..., Jun-yung ... kau ... kau pasti tidak percaya dengan apa yang kulihat barusan,” So Da-mie, gadis yang melihat sosok hantu di gudang tadi tampak kesulitan bicara.

“Hei~ tenanglah. Tarik nafas, keluarkan perlahan,” ucap temannya itu sambil mempraktekannya didepan Da-mie.

“Sekarang katakan dengan jelas. Apa yang mau kau bicarakan?” Da-mie menarik nafasnya lagi, menghebuskannya pelan.

“Jun-yung dengarkan aku baik-baik sekarang. Kau pernah melihat sesuatu yang diluar kemampuanmu tidak? Yang orang lain tidak bisa melihatnya atau bisa dibilang orang yang mempunyai kelebihan dalam dirinya?”

“Hmmm .... maksudmu apa sih? Oh, tunggu. Hal-hal gaib atau mistis, seperti itu? Aku pernah melihatnya tapi difilm-film. Dan jika ada orang seperti itu yang melihatnya dan bercerita padaku aku merasa tidak percaya dengan hal itu. Kalau aku belum melihatnya secara langsung” tandas Jun-yung yang terang-terangan tidak percaya dengan hal-hal tersebut.

“Tapi bagaimana kalau aku bisa melihat itu? Dan aku benar-benar melihatnya di gudang sekolah kita? Aku tidak tahu itu keberuntungan atau musibah bagiku bisa melihat hal seperti itu,” Da-mie memeluk dirinya yang masih tak percaya dengan apa yang dia alami.

“Hahaha, Kau bercanda, eoh? Apa kau sakit? Kau bisa melihat hantu? Mana mungkin, aku tidak percaya padamu.” Jun-yung tertawa mendengar ucapan Da-mie lagi-lagi ia menyangkal jika memang ada makhluk lain selain manusia.

Ya! Kenapa kau tertawa? Aku serius. Aku ini masih waras aku tidak sakit Jun-yung. Aish, percuma saja aku menjelaskan sampai mulutku berbuih pun tak ada gunanya.” Da-mie kesal melihat Jun-yung yang mentertawakannya. Ia mengacak rambutnya frustasi.

Di kamar milikinya, So Da-mie melemparkan tas sekolahnya di ranjang diikuti dengan dirinya yang juga menjatuhkan tubuhnya.

Ia membolak-balik tubuhnya gelisah. Pikirannya selalu tertuju pada laki-laki itu. Walaupun ia sangat takut, tapi penasaran dalam dirinya sangat tinggi. Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam otaknya. Banyak sekali hal yang ingin ia tanyakan pada laki-laki itu sebenarnya.

“Apa ini merupakan kelebihan yang diberikan Tuhan padaku?” gumamnya sambil memejamkan mata.

Seragam sekolah yang ia gunakan belum terlepas dari tubuhnya. Ia masih berkutat dengan pikirannya sendiri.
***
Esok paginya, Da-mie tidak pergi ke sekolah. Tiba-tiba saja ia merasa tak enak badan. Mungkin ini karena kejadian digudang, ia mengalami shock yang hebat. Pertama kalinya dalam hidup ia melihat sesuatu diluar dugaannya.

Ia hanya berbaring dikasur empuk miliknya. Ia memeluk bonek teddy bear kesayangannya yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya.

“Da-mie, bagaimana keadaanmu sekarang nak? sudah merasa baikan?” tanya ibunya saat masuk kekamar anak semata wayangnya itu. Ibunya membawa semangkuk bubur.

Eomma, begitulah. Eomma, apa salah satu keluarga kita ada yang bisa melihat makhluk halus?” Ibu Da-mie mengerutkan keningnya.

“Kenapa bertanya seperti itu sayang, hmm? Apa kau baru saja melihatnya?” Ibu Da-mie duduk disampingnya. Tangannya mengelus lembut wajah anaknya.

“Eomma percaya tidak dengan itu ? Semalam aku melihat dengan mataku sendiri. Tapi ... sepertinya dia tidak jahat eomma. Dia bilang padaku, kalau dia merasa kesepian,”

“Benarkah itu? Hal itu memang ada, ya walau banyak orang juga yang tak meyakini hal tersebut. Jadi anak eomma bisa melihatnya, lalu apa kau takut bertemu dengannya?” Da-mie memposisikan dirinya bersandar pada eomma-nya. Ia menatapa eomma-nya dan tertawa kecil.

“Siapa yang tidak takut eomma melihatnya muncul tiba-tiba di dalam gudang. Aku takut setengah mati. Ini akibat Choi ssaem yang menyuruhku mengambil sapu yang ada di gudang. Kalau tidak aku tak akan sakit seperti ini eomma.” Da-mie mengerucutkan bibirnya. Ibu Da-mie mencubit hidung anaknya gemas.

 “Kau ini. Tidak boleh menyalahkan orang lain. Eumm... eomma jadi penasaran dengannya. Apakah dia tampan?”

Eomma, mana ada hantu tampan. Tapi kalau diingat-ingat wajahnya sih ... wajahnya tidak teralau buruk untuk seorang hantu.” Da-mie menampakan cengirannya di depan ibunya.

“Hei~ Jangan-jangan kau menyukainya ya?” goda Ibu Da-mie. Da-mie memukul pelan lengan ibunya.

Eomma mulai ngelantur. Mana buburnya, aku lapar eomma.” Ibu Da-mie menyuapi anaknya, Da-mie makan dengan lahap.

Da-mie kembali ke sekolah tercinta. Memasuki kelas yang sangat ia rindukan. Bertemu kembali dengan teman-teman sekelasnya. Ia bosan jika harus seharian dirumah dan tak mengerjakan apa-apa.

Da-mie dan Jun-yung sedang di kantin menikmati sekotak susu coklat serta sebungkus roti. Mereka berbincang-bincang seperti biasa. Da-mie tak ingin membahas kejadian yang dia alami lagi pada temannya itu. Ia ingin melupakan kejadian tersebut.
***
Bel panjang mulai menggema keseluruh kelas. Siswa/siswi berhamburan keluar kelas untuk pulang kerumah masing-masing.

Da-mie dan Jun-yung berjalan beriringan keluar kelas. Setiap harinya Da-mie dan Jun-yung selalu pulang bersama karena rumah mereka yang searah.

“Da-mie, siang nanti jangan lupa kerumahku. Tugas kelompok kita belum selesai” ucap Jun-yung mengingatkan temannya.

“Aku tidak lupa itu. Ingatanku sangat kuat.”

“O, iya, Jun-yung hari ini kau pulang duluan saja. Aku ada urusan sebentar.”

“Sejak kapan kau punya urusan sepenting itu daripada temanmu ini? Baiklah, aku duluan. Hati-hati ya.” Jun-yung melambaikan tangannya pada Da-mie dan berjalan ke arah gerbang sekolah.

Jun-yung sudah tak terlihat lagi dari pandangan gadis itu. Ia memutar balik badannya menuju toilet. Pikirannya kembali teringat pada laki-laki itu saat berada di dalam toilet wanita. Ia menatap sejenak wajahnya dicermin lalu membasuhnya dengan air.

“Apa aku harus kembali ke gudang itu ya? Aku jadi kasihan dengannya. Kenapa dia harus mati semuda itu. Aku harus ke gudang itu. Da-mie, kau tidak boleh takut lagi dengannya.” Da-mie berbicara di depan cermin. Segera ia mengeringkan wajahnya dengan tissue yang dibawanya.
***
KRREEEKK

Da-mie membuka pintu gudang tersebut hati-hati. Gudang tersebut memang tak pernah dikunci oleh pihak sekolah. Jadi siapanpun bisa masuk. Lagipula siapa yang mau mengambil barang-barang yang ada digudang.

Da-mie melihat sekelilingnya, cahaya di gudang itu memang tidak terlalu terang dan tidak memakai lampu. Karena hanya mengandalkan cahaya yang masuk dari jendela gudang itu.

“Aku datang hari ini. Mianhae, kemarin aku sangat takut. Karena kau muncul tiba-tiba dihadapanku. Sekarang keluarlah. Aku tidak akan lari lagi. Kau boleh menjadikanku teman baikmu. Memang kedengaran sangat aneh bagiku. Mempunyai teman seorang hantu. Tapi itu tidak masalah bagiku.” Da-mie berjalan memutari ruangan tersebut. Dirinya duduk di salah satu kursi yang ada digudang itu sambil menunggu kedatangan laki-laki itu.

Gadis ini duduk menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangan didada. Da-mie mulai merasakan suasana berbeda beberapa detik kemudian saat ia duduk. Ada sentuhan dibahunya. Gadis ini mulai bergidik takut. Tapi dia terus mencoba tenang walau sebenarnya dalam hati dia sangat ingin keluar dari tempat itu.

Hembusan angin mulai terasa disekitar lehernya. Ia mulai paham, pasti laki-laki itu yang melakukannya.

Sekarang Da-mie lebih merasakan lagi sentuhan tangan laki-laki itu pada rambutnya. Da-mie memejamkan matanya erat. Kaki dan tangannya tidak bisa bergerak. Badannya terasa kaku seketika.

Tak lama setelah itu, Da-mie membuka matanya perlahan. Ia menutup mulutnya, sosok yang sedari tadi ia tunggu akhirnya muncul di depannya dengan senyuman yang manis.

“Maaf atas tindakanku tadi. Aku tidak mau kau terkejut lagi melihatku yang muncul tiba-tiba didepanmu. Maka dari itu aku melakukan hal tersebut,” ucap laki-laki dengan senyum yang masih mengembang diwajah pucatnya.

“Tidak apa-apa. Aku sudah memberanikan diriku sekarang. Jadi kau tidak perlu khawatir lagi,” Da-mie sudah bisa mengkondisikan dirinya. Dia sudah merasa tenang.

“Baguslah. Eumm... kita belum berkenalan, namaku Jeon Jung-kook. Kau bisa panggil aku Jung-kook,” laki-laki itu menyodorkan tangannya pada Da-mie.

Da-mie terlihat ragu-ragu, namun ia membalasnya.

“Da-mie, So Da-mie,” gadis ini menyambutnya baik dan merasakan dingin pada tangan laki-laki itu.

“Pasti kau merasa aneh saat bersalaman denganku. Tentu, aku ini sudah mati. Pastilah tanganku sangat dingin,” Jung-kook segera melepaskan tangannya dari Da-mie.

Da-mie menatap Jungkook, mulutnya ingin menlontarkan banyak pertanyaan pada namja itu. Begitu juga dengan Jungkook yang ingin sekali bercerita dengan gadis itu.

“Jung-kook, kau kenapa muncul di tempat seperti ini? Apa ... kau telah dibunuh disekolah ini?” Da-mie agak ragu dengan pertanyaannya sendiri. Tapi ia tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya dengan namja itu.

“Kau benar sekali Da-mie. Aku memang telah dibunuh. Aku juga bersekolah di tempat ini. Kejadiannya sudah berlalu dua tahun yang lalu.” Da-mie semakin penasaran dengan cerita Jung-kook. Dia mendengarkannya dengan serius.

“Lalu bagaimana mereka membunuhmu? Tega sekali mereka sampai melakukan ini padamu. Apa pelakunya sudah ditemukan?” Da-mie melanjutkan lagi pertanyaannya.

“Mereka sedang ditahan saat ini. Mereka semua merupakan seniorku di sekolah ini juga. Mereka melakukan ini padaku karena aku tidak mau menuruti perintah mereka yang sedang berpesta minuman keras. Mereka juga memaksaku menggunakan obat-obatan terlarang.” Namja ini tampak sedih mengingat kejadian menakutkan itu. Da-mie yang disampingnya mengusap punggung laki-laki itu.

“Kasihan sekali kau Jung-kook. Lalu bagaimana dengan orang tuamu sekarang? Pasti mereka sangat terpukul melihat anaknya dibunuh seperti ini. Aku tidak tahu harus berkata-kata apalagi. Maaf atas pertanyaanku, kau jadi sedih sekarang.” Jung-kook mengangguk. Menampakan senyum manisnya.

Hampir setengah jam mereka saling berbagi cerita didalam gudang. Da-mie melihat arlojinya. Sudah waktunya Da-mie harus pulang. Hari ini ia tak boleh melupakan janjinya pada Jun-yung untuk mengerjakan tugas kelompoknya.

“Jung-kook, aku harus pergi sekarang. Hari ini aku ada tugas sekolah. Aku janji besok saat istirahat aku akan ke gudang ini lagi. Janji.” Da-mie memegang tangan Jung-kook. Perasaannya jadi tak tega meninggalkan Jung-kook sendiri.

“Baiklah. Aku tunggu kedatanganmu besok Da-mie.” Da-mie berjalan keluar, sesekali ia membalikan tubuhnya untuk melihat Jung-kook. Namja itu melambaikan tangannya.

Da-mie sudah pulang dari rumah Jun-yung mengerjakan tugas kelompok mereka. Ia langsung mandi dan bersiap untuk makan malam bersama orang tuanya.

“Da-mie, besok eomma dan appa-mu akan pergi ke Jepang. Appa-mu ada urusan bisnis disana. Kau baik-baik dirumah jika perlu ajak Jun-yung menginap.”

Eomma aku ikut~” Da-mie memohon pada ibunya.

“Kau harus sekolah besok.”

Appa akan membelikan coklat favoritmu saat pulang nanti. Bagaimana?”

“Janji ya appa?” Da-mie kegirangan mendengar kata coklat. Ayahnya mengangguk pelan.

Setelah selesai makan malam, Da-mie langsung masuk ke kamarnya. Seperti pelajar pada umumnya, ia mengulang pelajaran yang dipelajarinya di sekolah.

Da-mie bersenandung mengikuti irama lagu yang didengarkannya melalui earphone yang bertengger dikedua lubang telinganya.

Tak terasa kedua manik matanya mulai memberat. Sampai akhirnya ia tertidur diatas buku yang sedang ia baca.

Sekitar pukul 2:00 malam, jendela kamarnya terbuka dengan sendirinya. Gadis itu terbangun karena angin yang masuk menusuk kulitnya. Ia berjalan mendekati jendela itu. Langkahnya penuh ketakutan tapi ia harus menutup jendela kamarnya jika tidak ingin menggigil kedinginan.

Tangannya menarik jendela kaca tersebut dan menutup cepat tirainya. Saat Da-mie membalikan tubuhnya, ia telonjak kaget. Laki-laki itu muncul lagi didepannya.

“Ka-kau! Kenapa kau bisa di kamarku? Bukankah besok aku akan ke gudang untuk menemuimu lagi ?” Laki-laki itu tertawa melihat ekspresi Da-mie yang sangat terkejut.

“Hei, jawab pertanyaanku? Kenapa kau malah tertawa? Apa kau senang melihatku selalu terkejut akibat ulahmu, huh?” Da-mie kesal dengan namja itu. Lalu dirinya duduk dikursi belajarya.
Laki-laki itu -Jung-kook- duduk diatas kasur milik Da-mie. Ia menatap Da-mie intens. Da-mie menunduk malu karena terus dipandangi laki-laki itu.

“Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, kenapa kau bisa dikamarku?” Da-mie menampakkan wajah kesalnya lagi.

“Jangan pasang wajahmu seperti itu didepanku? Kau kan tahu sendiri, aku ini sudah menjadi hantu. Hantu yang selalu diselimuti kesepian. Jadi aku bisa kemana saja semauku. Hah! Aku bahkan benci mengatakan kata itu.”

“Asal kau tahu, aku ini selalu mengikutimu sejak kau masih di sekolah sampai kau pulang kerumah,” jelasnya lagi membuat mulut Da-mie menganga tak percaya.

“Kau mengikutiku? Untuk apa kau lakukan itu semua?” Da-mie mendekatkan kursinya dengan Jung-kook.

“Aku melakukan itu karena aku... karena aku merindukanmu,” Jung-kook menggaruk tengkuknya. Ia merasa malu mengatakan hal tersebut.

Da-mie tertawa, ternyata hantu sepertinya bisa merindukan seorang So Da-mie gadis biasa yang mempunyai kelebihan melihat makhluk halus.

“Kau merindukanku? Jung-kook, apa kau sedang bercanda? Eiy, jangan katakan kau juga mulai menyukaiku, ya?”

“Kau percaya diri sekali So Da-mie,” Jung-kook mendekatkan wajahnya lebih dekat dengan Da-mie. Da-mie melototkan matanya membuat Jung-kook langsung menjauhi wajahnya.

“Hahaha... kenapa kau menjauh? Kau takut melihat mataku tadi? Ternyata hantu sepertimu takut juga dengan seorang gadis sepertiku,” ucap Da-mie menyombongkan diri. Jung-kook malah tiduran dikasur Da-mie.

“Hooaamm.... Jung-kook kenapa kau tidur disitu? Menyingkirlah dari tempat itu, aku mau tidur. Ah, lihatlah sekarang bahkan hampir pagi” Da-mie mulai mengantuk ia menarik laki-laki itu untuk pergi dari kasurnya.

“Aku tidak mau. Aku mau menemanimu disini. Kau naik saja. Aku tak akan mengganggumu.” Jung-kook menepuk-nepuk tempat itu mengisyaratkan Da-mie untuk tidur disampingnya.

“Kau gila, eoh? Aku tidur dengan hantu laki-laki sepertimu? Itu tidak akan. Ayolah Jung-kook besok aku harus sekolah,” Da-mie merengek di depan Jung-kook. Jung-kook akhirnya turun dari kasur.

Jung-kook memilih duduk dikursi yang diduduki Da-mie tadi. Gadis itu sudah tidur dengan pulas diatas kasurnya bersama boneka teddy bear-nya.

Jung-kook senang memandangi wajah gadis itu. Ia tak pernah bosan melihatnya. Ada raut kesedihan diwajah laki-laki itu. Ini merupakan hari terakhirnya muncul dihadapan -Da-mie- seorang gadis yang sudah menjadi temannya sekarang. Ia senang bisa berbagi kisah dengan gadis itu. Tapi ia harus meniggalkannya. Karena tidak mungkin ia terus-terusan muncul di depannya. Dia sadar, dia bukan makhluk yang bisa hidup kembali seperti dulu. Dunianya sudah berbeda dengan gadis itu.

“Da-mie,”

“So Da-mie, bangunlah. Ada yang ingin ku katakan padamu. Bangunlah, sebentar saja,” Jung-kook akhirnya memberanikan diri membangunkan gadis tersebut. Ia duduk disamping gadis itu.

“Eungh.... Sudah kubilang jangan tidur dikasurku,” jawab Da-mie dengan mata yang masih tertutup.

Jung-kook melanjutkan lagi ucapannya, “Da-mie, besok kau tak perlu datang ke gudang itu lagi. Karena aku tidak akan muncul ditempat itu. Bahkan di manapun. Aku akan pergi ke duniaku, tempatku bukan di sini,”

Seketika Da-mie bangun, matanya menatap tajam sosok itu. Spontan Da-mie memeluk erat laki-laki tersebut. Matanya mengeluarkan cairan bening sekarang. Jungkook pun membalas pelukan Da-mie.

“Besok setelah pulang sekolah, datanglah ke pemakamanku.” Da-mie mengangguk yang masih dalam pelukkan Jung-kook. Ia memberitahukan pada Da-mie dimana ia di makamkan.

Hari ini Da-mie menepati janjinya untuk datang ke pemakaman temannya. Ia juga sudah membeli beberapa bunga segar untuk berziarah ke tempat itu.

Da-mie berjongkok sambil menyentuh batu nisan di hadapannya. Ia meletakkan bunganya diatas kuburan tersebut. Ia tak dapat membendung air matanya. Laki-laki itu selalu muncul dalam pikirannya.

“Hiks ... hiks ... Jung-kook, kau lihat aku datang menemuimu. Kau pasti sangat senang kan? Andai saja aku mengenalmu sejak dulu. Pasti aku sangat bahagia memiliki teman sepertimu.”

“Semoga kau tenang di sana. Aku selalu mendoakanmu,” Da-mie mencium nisan tersebut. Air matanya menetes pada nisan itu.

Hembusan angin mulai datang perlahan. Da-mie tahu pasti Jung-kook sedang berada di dekatnya saat itu. Tapi Da-mie tak melihat kehadiran sosoknya.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia melihat ada sebuah pohon besar yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Samar-samar ia melihat seperti ada seseorang yang tengah berdiri di sana. Ia melemparkan senyum pada Da-mie. Tangannya memanggil-manggil gadis itu.

Da-mie berlari ke arah pohon besar itu. Pandangannya semakin jelas, ia melihat temannya itu tengah memanggilnya.

“Jung-kook aku sangat merindukanmu, kumohon jangan pergi,” Da-mie memeluk namja itu. Ia tak mau kehilangan namja tersebut.

Jung-kook tak menjawab ucapan Da-mie. Ia hanya diam, merasakan sentuhan dari Da-mie untuk terakhir kalinya.

“Kenapa kau diam saja! Jawab aku!” Da-mie melepaskan pelukannya. Dia mengguncang tubuh namja tersebut. Namun Jung-kook hanya tersenyum melihatnya.

Tangisan Da-mie pecah, ia menangis sangat keras. Tubuhnya terjatuh begitu saja di tanah. Ia menutup matanya tak sanggup jika harus melihat Jung-kook benar-benar pergi dari kehidupannya.

Ternyata benar, namja itu sudah menghilang dari hadapan Da-mie. Bahkan namja itu tak mengucapkan satu kata pun sebagai salam terakhirnya untuk Da-mie.

‘Jung-kook, aku tahu kau mendengarku sekarang. Aku akan selalu mengingatmu. Aku akan tetap menjadi temanmu agar kau tidak merasa kesepian lagi. Aku janji itu,’ ucap Da-mie dalam hati.

Da-mie pergi dari tempat pemakaman itu. Ia pulang dengan mata sembabnya itu.

Saat Da-mie benar-benar meninggalkan tempat tersebut, sosok itu muncul lagi. Ia melihat punggung Da-mie yang semakin menjauh dari penglihatannya. Ia terus tersenyum, walau sebenarnya ia juga tak mau meninggalkan gadis itu. “Da-mie, aku juga akan selalu mengingatmu. Aku akan terus merindukanmu. Ingatlah, aku selalu berada di dalam hatimu. Selamat tinggal temanku ... So Da-mie.” Jung-kook tersenyum dan siap menghilang dari dunia untuk selamanya.